Beranda ISIK Apem Suro Sajian Warisan Simbol Doa dan Wujud Ampunan

Apem Suro Sajian Warisan Simbol Doa dan Wujud Ampunan

29
0
Apem Suro Sajian Warisan Simbol Doa dan Wujud Ampunan (foto : ist)
Apem Suro Sajian Warisan Simbol Doa dan Wujud Ampunan (foto : ist)

blitfemale.com | SURABAYA – Dalam kebeningan malam 1 Suro, saat langit tampak lebih sunyi dan angin berembus lembut membawa kenangan leluhur, aroma apem kukus menguar dari dapur-dapur di penjuru tanah Jawa. Bukan semata-mata kue basah yang manis dan lembut, apem Suro adalah simbol representasi dari doa, harapan, dan permohonan ampunan yang dilayangkan kepada Sang Pencipta dan sesama manusia.

Dalam sejarah kata penyebutannya, “Apem” maknanya diyakini berasal dari kata ‘afwun’ dalam bahasa Arab, yang berarti ampunan. Maka, tradisi membuat dan membagikan apem di bulan Suro bukanlah tanpa makna. Ia adalah wujud kesadaran spiritual masyarakat Jawa terhadap pentingnya membuka lembaran baru kehidupan dengan hati yang bersih, penuh maaf, dan niat untuk memperbaiki diri.

Saat apem dibuat, disajikan, dan dibagikan, rasanya hati turut bergetar menyadari bahwa kehidupan hakikinya seperti sebuah perjalanan untuk saling memaafkan, menebar kebaikan, dan melanjutkan langkah ringan karena telah melepaskan beban masa lalu.

Sebagai sajian Penuh rasa dan makna, apem biasanya dibuat dari bahan-bahan sederhana mengginakan tepung beras, tape singkong, santan, gula, dan ragi. Namun kesederhanaan bahan dan pembuatannya menyimpan kekayaan makna. Kelembitan teksturnya melambangkan kelembutan hati. Rasa manisnya mewakili harapan agar hidup pun penuh keberkahan dan kebaikan. Sementara itu proses fermentasi yang dilaluinya menjadikan simbol dari waktu, sabar, dan proses penyucian diri.

Apem tak pernah sendiri. Kue ini hadir bersama kelapa parut yang gurih, mewakili rasa syukur dalam setiap lapis hidup, dan dibungkus daun pisang sebagai simbol kesahajaan dan hubungan manusia dengan alam.

Sebagai tradisi yang masih terus hidup dalam masyarakat Jawa, malam 1 Suro bukanlah sekadar pergantian bulan dalam kalender Hijriah. Ia adalah malam keramat, malam di mana langit dipercaya lebih dekat, dan doa-doa lebih lembut menghampiri takdir.

Di beberapa daerah, apem dibagikan kepada tetangga, sanak saudara, bahkan orang asing yang kebetulan lewat. Semuanya dengan satu pesan,“Aku mohon maaf, semoga Tuhan mengampuni kita semua.”

Tradisi ini disebut sebagai bagian dari ngalap berkah—memohon keberkahan hidup melalui laku budaya yang sarat nilai spiritual.
Apem menjadi media penyambung kasih, penghapus sengketa, dan penenang hati.

Apem Suro bukan sekadar kue untuk disantap. Melainkan sebagai penanda identitas budaya, ekspresi keimanan, dan sarana edukasi spiritual. Dalam satu gigitan apem, ada ajaran tentang sabar, niat baik, keberanian meminta maaf, dan ketulusan untuk memberi.

Kini, di tengah kehidupan yang semakin cepat dan sering kali melupakan akar, menyajikan apem Suro adalah cara untuk kembali—pada nilai, pada rasa, dan pada Tuhan.

Selamat menyambut 1 Suro. Mari kita mulai tahun baru Hijriyah ini dengan hati yang bersih, dengan apem sebagai saksi bahwa kita ingin saling memaafkan, dan melangkah dengan niat suci.

Penulis : Hj. Prita Eksimaningrum – Founder dan Direktur Utama Ibu Semangat Indonesia Kuat (Organisasi Sosial Pemberdayaan Perempuan & Pelestarian Budaya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini