
blitzfemale.com | SURABAYA – Pagi ini langit tampak redup, seolah ikut menyimpan pilu. Warna biru pucatnya menyelimuti hari yang sebenarnya biasa, tapi terasa tidak biasa di hati saya.
Mengiringi perjalanan saya menuju bandara udara Halim Perdana Kusuma pagi ini. Beberapa motor berdatangan di bibir jalan. Mereka adalah sebagian dari teman-teman buruh yang akan memenuhi quota sekitar 200.000 buruh yang akan memenuhi Lapangan Monumen Nasional (Monas) dengan membawa enam tuntutan kepada Presiden Prabowo. Suara toa dan teriakan massa akan terdengar menggelegar—para buruh turun ke jalan di sebagian kota di Indonesia , menyuarakan hak dan keresahan mereka.
Saya duduk dengan secangkir white chocolate hangat di tangan, tapi hati saya tidak tenang. Hari ini adalah hari biru—bukan sekadar warna langit, tapi juga rasa di dada.
Saya mendengar bahwa demo kali ini menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dinilai menguntungkan investor asing, namun mengorbankan hak pekerja lokal. Dan sebagai pelaku dan pendamping UMKM yang selama ini berdiri di tanah sendiri, saya ikut cemas. Bukan karena saya anti terhadap investasi, tapi karena saya takut arah yang diambil tak berpihak pada kami—rakyat kecil, para pelaku usaha lokal, dan tentu para buruh yang menjadi tulang punggung produksi.
Investor asing bisa membawa modal, iya. Tapi apakah mereka juga membawa kepedulian? Apakah mereka mau memahami keringat buruh yang bekerja di balik layar industri kita? Atau justru akan menekan upah, melemahkan perlindungan tenaga kerja, dan mengambil untung sebanyak-banyaknya tanpa peduli pada keberlanjutan sosial kita?
Saya tahu, tidak semua investor seperti itu. Tapi dalam banyak kasus, arah kebijakan sering kali lebih ramah terhadap pemilik modal daripada rakyatnya sendiri. Ini yang membuat saya cemas. Di antara riuh demo hari ini, saya bertanya-tanya: apakah suara-suara itu akan benar-benar didengar? Atau hanya akan menjadi gema yang perlahan menghilang ditelan hiruk-pikuk berita?
Sebagai warga negara, saya hanya ingin masa depan yang adil. Sebagai pelaku dan pendamping UMKM, saya ingin tumbuh bersama, bukan tersingkir oleh sistem yang berat sebelah. Dan sebagai seorang manusia, saya ingin para buruh dihargai sebagaimana mestinya—karena tanpa mereka, tak ada industri yang benar-benar hidup.
Enam tuntutan utama yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto meliputi:
1. Penghapusan sistem outsourcing.
2. Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK).
3. Penerapan upah layak berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
4. Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang baru.
5. Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
6. Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi.
Hari ini langit tetap biru. Tapi semoga bukan karena kita sedang muram, melainkan karena kita sedang menahan harapan.
– Hari Buruh, 1 Mei 2025 –
Penulis : Ning Prita Eksimaningrum, Founder & Direktur Utama Organisasi Pemberdayaan Perempuan dan Pelestarian Budaya – Ibu Semangat Indonesia Kuat